Walau pemerintah Korea Selatan telah meminta pemerintah Indonesia untuk menuntaskan proyek pengembangan pesawat tempur, keberlanjutan proyek tersebut masih menjadi tanda tanya, karena fokus pemerintahan Jokowi saat ini adalah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Proses kerja sama juga bertambah rumit lantaran dua warga negara Indonesia dituding mencuri teknologi pesawat tempur.
Wakil Menteri Kementerian Pertahanan, Muhammad Herindra, mengatakan bahwa pihaknya tetap berkomitmen untuk melanjutkan kerja sama pengembangan jet tersebut.
“Kita tetap akan meneruskan program pengembangan jet tempur tersebut sesuai dengan kondisi keuangan yang tersedia,” ujar Herindra kepada BBC News Indonesia pada Selasa (19/03).
Meski begitu, pengamat militer menilai Indonesia masih “dilematis” dalam mewujudkan komitmennya dengan Korea Selatan dalam proyek pesawat jet tempur KF-21.
Khairul Fahmi dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) mengatakan masih ada beberapa hambatan fiskal yang dihadapi Indonesia dalm kerja sama dengan Korea Selatan di bidang pertahanan.
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
“Dalam kondisi hari ini, posisi Indonesia memang masih dilematis. Di satu sisi kita punya kesenjangan antara kebutuhan aktual dan kebutuhan pertahanan yang bisa dibilang mendesak untuk diatasi,” ujar Khairul kepada BBC News Indonesia pada Minggu (17/03).
Ia mengatakan bahwa dengan pembangunan IKN yang berjalan dan membutuhkan anggaran besar, seharusnya Indonesia jangan mengorbankan komitmennya untuk mewujudkan kerja sama pertahanan dengan Korea Selatan yang tak kalah penting.
Sebelumnya pada Oktober 2023, Direktur Teknologi dan Pertahanan Kementerian Pertahanan, Marsekal Pertama Dedy Laksmono, mengatakan bahwa pihaknya telah meminta agar biaya untuk proyek tersebut ditambah dari APBN.
Namun, dengan berlangsungnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), hal itu masih belum jelas.
Tuduhan pencurian data oleh dua insinyur WNI
Kabar tentang kerja sama Indonesia dengan Korea Selatan dalam mengembangkan jet tempur KF-21 kembali dibahas setelah dua warga negara Indonesia (WNI) diduga mencuri rahasia teknologi jet Korea Selatan tersebut.
Menurut Yonhap News Agency, kedua WNI itu merupakan insinyur yang dikirim ke Indonesia untuk bekerja di Korea Aerospace Industries. Mereka diduga menyimpan data tentang pengembangan KF-21 (atau KFX) di sebuah USB drive.
Kantor berita Korea JoongAng Daily, melaporkan bahwa Kepolisian Korea Selatan menggeledah kantor produsen pesawat Korea Aerospace Industries pada Jumat (15/3) pagi pukul 09.00 waktu setempat.
Penggeledahan itu dilakukan demi mengamankan data-data terkait dari komputer kerja milik dua insinyur asal Indonesia yang terlibat dalam proyek KF-21.
Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, membantah bahwa kasus itu terkonfirmasi sebagai kasus pencurian data. Sebab, kasus tersebut masih dalam tahap verifikasi.
“Belum ada hasil akhir atau kesimpulan dari verifikasi tersebut. Karena itu terlalu jauh untuk menyebut ini kasus pencurian data,” ungkap Iqbal dalam pesan tertulis pada Jumat (15/03).
Ia mengatakan bahwa KBRI Seoul masih memonitor dan mendampingi dua WNI sejak munculnya kasus ini. Namun, untuk melindungi privasi kedua insinyur yang bersangkutan, Kemenlu menolak untuk memberikan nama mereka.
Sejarah perkembangan proyek KF-21 antara Indonesia dan Korea Selatan
Kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan dalam pengembangan pesawat jet tempur KF-21 Boramae sudah berlangsung sejak 2014 silam dan ditargetkan rampung dalam kurun waktu 12 tahun, yakni pada 2026.
Berdasarkan kesepakatan itu, Korea Selatan dan Indonesia akan mengembangkan jet tersebut dalam proyek bernilai 8,1 triliun won atau setara Rp100 triliun, dengan Indonesia membayar 20% dari total pembiayaan.
Untuk melunasi 20% itu, Indonesia berkomitmen membayar sekitar Rp2 triliun per tahun kepada Korea Selatan. Namun, proyek dan pembayaran tertunda karena dinamika politik di Korsel.
Kemudian pada 2018, Indonesia berupaya untuk merundingkan kembali kesepakatan tersebut, untuk mengurangi tekanan pada cadangan devisanya.
Sehingga, pemerintah Indonesia menawarkan barter proyek sebagai alternatif membayar 20% dari pembiayaan, di antaranya pembangunan smart city di Ibu Kota Negara (IKN) hingga proyek terkait mobil listrik.
Namun, pemerintah Korea Selatan tetap meminta agar Indonesia melunasi tunggakan utang terlebih dahulu.
Sebab, selain pembelian jet tempur, program kerja sama itu juga mencakup investasi alutista dalam negeri serta kerja sama produksi komponen untuk pemesanan KFX/IFX dari sejumlah negara serta insentif ekonomi.
Pada 2019, Indonesia menghentikan pembiayaan sementara pada proyek tersebut sebelum melanjutkannya kembali pada akhir 2022.
Menurut pemberitaan Reuters, kedua negara sepakat pada November 2023 bahwa Indonesia akan menepati janjinya untuk menanggung 20% biaya pembangunan, termasuk pembayaran natura untuk sepertiga bagiannya, meskipun kontrak tersebut belum resmi direvisi.
Menurut kantor berita The Korea Times, hingga Oktober 2023, keterlambatan bayar pihak pemerintah Indonesia diestimasikan mencapai 1 triliun won atau setara Rp11,7 triliun.
Apa keistimewaan jet tempur KF-21?
Menurut situs resmi Korea Aerospace Industries (KAI), KF-21 merupakan proyek pengembangan jet tempur generasi baru buatan Korea Selatan yang akan menggantikan pesawat-pesawat tempur model lama F-4 dan F-5 buatan AS yang menjadi andalan Angkatan Udara Korsel.
Jet tempur KF-21 Boramae memiliki beberapa keunggulan, seperti radar AESA yang dikembangkan Hanhwa Systems, persenjataan presisisi canggih, 10 hard point senjata, kemampuan manuver tinggi, dan fitur pendukung yang lebih maju
KF-21 memiliki kecepatan maksimum sejauh 1.400 mil per jam dan daya dorong maksimum 19,95 ton. Bentang sayapnya sepanjang 11,2 meter dengan tinggi pesawat 4,7 meter. Pesawat tersebut memiliki daya jelajah sejauh 2.870 kilometer.
Sebenarnya sejak 2001, Presiden Kim Dae-Jung sudah mengumumkan proyek pengembangan pesawat tempur buatan Korea Selatan. Namun strategi proyek pesawat itu baru disetujui pada 2010.
Jet tempur KF-21 Boramae menjadi salah satu tonggak pencapaian teknologi militer Korea Selatan, menandai apa yang disebut oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae-in sebagai era baru dari kemandirian pertahanan nasional Korsel.
Pengamat keamanan dan militer dari ISESS, Khairul Fahmi, mengatakan bahwa peran Indonesia dalam penuntasan proyek ini menguntungkan, baik bagi Korea Selatan maupun Indonesia.
Ia mengatakan program kerja sama ini bukan hanya sekadar pembangunan model jet tempur baru, melainkan juga proyek itu menjadi penting bagi penambahan alutista dalam negeri dan sekaligus masa depan industri pertahanan Indonesia.
“Kaitannya juga dengan bagaimana Indonesia bertransformasi ke penggunaan alutista udaranya dari generasi 4 ke 4.5, bukan hanya sebagai konsumen tetapi juga sebagai negara yang mampu memproduksi,“ jelas Khairul kepada BBC News Indonesia.
Oleh karena itu, ia menilai penting bagi Indonesia untuk tetap mempertahankan komitmennya dengan Korea Selatan agar dapat menutupi “kesenjangan kekuatan.“
Apakah Indonesia mampu berkomitmen membangun jet tempur KF-21 bersama Korea Selatan?
Pengamat keamanan dan militer, Khairul Fahmi, mengatakan bahwa Indonesia berada dalam posisi yang “dilematis” karena kesenjangan antara kebutuhan aktual dan kebutuhan pertahanan yang “mendesak untuk diatasi”.
Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki permasalahan fiscal karena adanya kebutuhan-kebutuhan lain yang membutuhkan anggaran lebih besar.
“Dengan prioritas anggaran di Kementerian Keuangan. Itu yang menurut saya menjadi hambatan dalam realisasi,” ujar Khairul.
Ia mengatakan Indonesia masih perlu mencari solusi agar dapat memenuhi kesepakatannya dengan Korea Selatan sambil menjalani proyek-proyek besar lainnya seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Selatan.
“Karena bagaimanapun, pertahanan IKN juga membutuhkan teknologi maju dan yang lebih modern dan tentunya juga membutuhkan prioritas anggaran,” katanya.
Meski begitu, ia mengatakan proyek jet tempur tidak bisa dikesampingkan dengan alasan pembangunan IKN yang membutuhkan anggaran besar. Sebab, Indonesia juga membutuhkan pertahanan yang kuat.
“Misalnya tidak berlanjut pun itu saya kira tidak berkaitan dengan soal IKN karena dari sisi pertahanan IKN juga membutuhkan kehadiran kekuatan udara yang benar-benar memadai,” sebut Khairul.
Alternatif yang mungkin ditempuh oleh Indonesia, jikalau perjanjian dengan Korea Selatan batal, adalah dengan memenuhi kebutuhan pertahanan udara itu lewat perjanjian lain.
Khairul mengambil contoh ketika perjanjian pengembangan kapal selam dengan Korea Selatan yang akhirnya kandas.
“Prabowo mengalihkan opsi pengadaan kapal selam ini ke Eropa misalnya. Apakah proyek Borahmae ini tidak akan mengalami nasib yang sama? Itu yang kemudian saya kira itu akan jadi PR pemerintahan berikutnya,” ujar Khairul.
Bagaimana tanggapan dari Kementerian Pertahanan?
Wakil Menteri Kementerian Pertahanan, Muhammad Herindra, mengatakan bahwa pihaknya tetap akan melanjutkan program kerja sama KF-21 dengan Korea Selatan.
“Kita tetap akan meneruskan program pengembangan jet tempur tersebut sesuai dengan kondisi keuangan yang tersedia,” ujar Herindra kepada BBC News Indonesia pada Selasa (19/03).
Dalam lokakarya ”Advancing Indonesia and South Korea’s Defense Industry Collaboration” pada Oktober 2023, Direktur Teknologi dan Pertahanan Kemhan, Marsekal Pertama Dedy Laksmono, mengatakan bahwa skema pembayaran sempat berubah dengan pergantian pemerintahan sehingga berdampak pada alokasi APBN.
“Kami sudah mengajukan porsi penambahan di APBN, tapi keputusannya ada di Kemenkeu. Karena salah satu fokus pemerintah saat ini IKN (Ibu Kota Nusantara). Pada 2024 kami disiapkan Rp 1,25 triliun,” kata Dedy, seperti dikutip oleh Kompas.
Ketika ditanya soal pengajuan penambahan APBN oleh Kementerian Pertahanan, Staf Khusus Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan bahwa Kemenkeu dan Kemhan saat ini masih berproses bersama.
“Karena sedang berproses bersama, disarankan satu pintu di Kemhan,” kata Yustinus dalam pesan singkat kepada BBC News Indonesia pada Selasa (19/03). https://sayurkana.com/